Sebuah studi dari bank internasional mengungkapkan bahwa Asia perlu mengeluarkan lebih banyak dana untuk beradaptasi dengan perubahan iklim dan membatasi kerusakan yang ditimbulkannya. Studi tersebut menyoroti pentingnya investasi dalam infrastruktur yang tahan terhadap dampak perubahan iklim, seperti banjir, siklon, dan kekeringan.
Menurut studi tersebut, Asia merupakan kawasan yang paling rentan terhadap perubahan iklim, dengan 80% dari populasi dunia yang tinggal di wilayah tersebut. Diperkirakan bahwa kerugian ekonomi akibat perubahan iklim di Asia dapat mencapai $675 miliar per tahun pada tahun 2100 jika tidak ada tindakan yang diambil.
Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan meningkatkan investasi dalam infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim. Hal ini termasuk membangun tanggul banjir yang kuat, memperkuat bangunan agar tahan terhadap gempa bumi, dan mengembangkan sistem irigasi yang efisien untuk mengatasi kekeringan.
Namun, menurut studi tersebut, saat ini tingkat investasi dalam infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim di Asia masih sangat rendah. Hanya sekitar 5% dari total investasi infrastruktur di kawasan tersebut yang dialokasikan untuk mengatasi perubahan iklim.
Untuk itu, para ahli meminta agar pemerintah dan sektor swasta di Asia meningkatkan investasi dalam infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim. Hal ini diharapkan dapat membantu mengurangi kerugian akibat bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim, serta meningkatkan ketahanan ekonomi dan sosial di wilayah tersebut.
Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya adaptasi terhadap perubahan iklim, diharapkan bahwa Asia akan segera mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi diri dari dampak buruk perubahan iklim. Hanya dengan kerja sama dan investasi yang cukup, kawasan ini dapat menjadi lebih tahan terhadap tantangan yang dihadapi akibat perubahan iklim di masa depan.